Blog

  • Prosedur Berperkara Kasasi

    Proses Pengajuan Upaya Hukum Kasasi

    Jika pihak beperkara (yang dikalahkan atau yang dimenangkan) berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Padang yang disampaikan kepadanya tidak memenuhi rasa keadilan atau ada kesalahan dalam menerapkan hukum, maka pencari keadilan dapat mengajukan KASASI ke Mahkamah Agung RI melalui Pengadilan Agama yang memutusnya pada tingkat pertama (Pengadilan Agama Sijunjung) dalam tenggat waktu 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan Banding diterimanya, dengan cara sebagai berikut :

    1. Pecari keadilan mendatangi Meja I Kepaniteraan  Pengadilan Agama Sijunjung dan mengajukan permohonan kasasi secara tertulis, atau secara lisan (lalu dituangkan meja I ke dalam bentuk akta penerimaan Kasasi)
    2. Meja I menaksir panjar biaya kasasi dengan menuangkannya dalam SKUM
    3. Pencari keadilan menyetor ke Bank Recipient (BRI cabang Siak pada rekening Bendahara Penerima perkara uang sejumlah yang tertuang dalam SKUM.
    4. Pencari Keadilan membawa tanda bukti stor yang dikeluarkan oleh Bank recipient tersebut kepada Kasir Kepaniteraan Pengadilan Agama Sijunjung ;
    5. Kasir mencap Tanda LUNAS pada SKUM tersebut;
    6. Pencari Keadilan menyerahkan SKUM warna merah kepada Meja III bersama dengan surat permohonan kasasi;

    PADA TAHAP INI PERMOHONAN KASASI SUDAH SELESAI DIAJUKAN

    1. Panitera memberitahukan adanya permohonan kasasi tersebut kepada pihak Termohon kasasi selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan kasasi didaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Sijunjung ;
    2. Pencari keadilan wajib membuat “RISALAH KASASI” sebanyak Termohon kasasi ditambah 3 rangkap untuk dikirimkan ke Mahkamah Agung RI dan menyerahkannya kepada Meja III Kepaniteraan Pengadilan Agama Sijunjung selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan;
    3. Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Sijunjung memberitahukan dan menyerahkan RISALAH KASASI kepada pihak Termohon Kasasi selambat-lambatnya 30 Hari setelah diterima di kepaniteraan Pengadilan Agama Sijunjung ;
    4. Pihak Termohon Kasasi membuat Kontra Risalah Kasasi dan menyerahkannya ke Meja III Kepaniteraan Pengadilan Agama Sijunjung ;
    5. Panitera Mengirim berkas Kasasi Ke Mahkamah Agung RI selambat-lambatnya 30 hari setelah diterima Risalah Kasasi;
  • Prosedur Berperkara Tingkat Banding

    Proses Pengajuan Upaya Hukum Banding

    Jika putusan telah dijatuhkan Pengadilan Agama Sijunjung, lalu salah satu pihak dalam perkara tersebut merasa dirugikan, yang bersangkutan dapat mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Padang melalui Pengadilan Agama Sijunjung.

    Pihak tersebut tidak perlu langsung ke Pengadilan Tinggi Agama Padang, tetapi cukup menyampaikan keberatannya ke Pengadilan Agama Sijunjung dalam tenggat waktu 14 hari setelah putusan tersebut dibacakan. Jika pihak tersebut hadir saat putusan dibacakan atau 14 hari setelah yang bersangkutan menerima pemberitahuan isi putusan tersebut dengan prosedur sebagai berikut :

    1. Pencari Keadilan (dalam hal ini disebut Pembanding) mendatangi meja I dan mengemukakan maksudnya untuk mengajukan Banding atas perkaranya secara tertulis, atau secara lisan;
    2. Meja I menaksir panjar biaya Banding dan menuangkannya dalam SKUM (Surat Kuasa Untuk membayar);
    3. Pencari Keadilan menyetor sejumlah uang yang tersebut dalam SKUM tersebut ke rekening bendahara penerima perkara di Bank BRI Cabang Sijunjung (nomor rekening akan diberitahu Meja I);
    4. Pencari Keadilan mendatangi Kasir Pengadilan Agama Sijunjung dengan menunjukkan tanda setor yang dikeluarkan oleh Bank Recipient (Bank BRI Cabang Sijunjung);
    5. Kasir Mencap LUNAS pada SKUM;
    6. Pencari Keadilan membawa SKUM warna merah kepada Meja III,
    7. Meja III membuat Akta Penerimaan Permohonan Banding yang ditandatangani oleh Panitera;
    8. Pencari keadilan dapat mengajukan memori banding pada saat pendaftaran tersebut, dan dapat juga menyerahkannya ke Pengadilan Agama Sijunjung setelah didaftar. (memori banding tidak menjadi keharusan untuk mengajukan banding)

    Permohonan Banding Telah Terdaftar

    Pada tahap ini, permohonan banding telah terdaftar di Pengadilan Agama Sijunjung, selanjutnya Pengadilan Agama Sijunjung akan memproses berkas perkara sebagai berikut :

    1. Permohonan Banding yang diajukan pihak tersebut akan diberitahukan kepada pihak Terbanding;
    2. Jika Memori banding telah diterima oleh Pengadilan Agama Sijunjung, maka memori banding tersebut juga disampaikan kepada Terbanding, agar Terbanding dapat mengajukan Kontra Memori banding (tidak menjadi keharusan);
    3. Selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan banding diberitahukan kepada Terbanding, kedua belah pihak dipanggil untuk memeriksa berkas banding (Inzage);
    4. Selambat-lambatnya 1 bulan setelah permohonan banding diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Sijunjung, berkas perkara berupa Budel A dan Budel B serta salinan putusan Pengadilan Agama Sijunjung dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama Padang.
    5. Selanjutnya proses banding akan diselesaikan di Pengadilan Tinggi Agama Padang.
    6. Setelah perkara diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama Padang, salinan putusan Banding akan dikirimkan ke Pengadilan Agama Sijunjung untuk disampaikan kepada para pihak;
    7. Setelah putusan Banding diserahkan kepada pihak-pihak, para pihak apabila merasa ada kesalahan pada putusan tersebut dapat mengajukan Kasasi dalam tenggat waktu 14 hari setelah putusan diterima.
  • Prosedur Berperkara Tingkat Pertama

    Masyarakat yang mempunyai permasalahan atau sengketa mengenai sesuatu yang berkaitan dengan wewenang Pengadilan Agama, dapat mengajukan gugatan atau permohonan ke Pengadilan Agama Sijunjung

    Perkara Pernikahan Mengenai Perceraian

    Ada dua jenis perkara perceraian :

    1. Cerai Talak, yaitu : permohonan perceraian yang diajukan oleh Suami yang disebut sebagai Pemohon dan isteri disebut sebagai Termohon.
    2. Cerai Gugat, yaitu : gugatan perceraian yang diajukan oleh Isteri yang disebut Penggugat dan suami disebut sebagai Tergugat.

    A. Cerai Talak

    Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon (Suami) atau Kuasanya :

    1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R Bg. jo  Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      b. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan pasal UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      c. Surat Permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah membuat surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus ada perubahan Termohon.
    2. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah :
      a. Yang daerah hukumnya meliputi kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya  meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      c. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009) jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974;
      d. Bila Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
    3. Permohonan tersebut memuat :
      a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
      b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
      c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)
    4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri danharta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
    5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R. Bg jo. Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009). Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 273 R.Bg)

    * Kemudian pemohon dibolehkan pulang dan menunggu panggilan untuk proses persidangan *

    B. Cerai Gugat

    Langkah-langkah yang harus dilakukan penggugat (Istri) atau Kuasanya :

    selanjutnya

    * Kemudian penggugat dibolehkan pulang dan menunggu panggilan untuk proses persidangan *

    1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R Bg. jo  Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      b. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan pasal UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      c. Surat Permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah membuat surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus ada perubahan Termohon.
    2. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah :
      a. Yang daerah hukumnya meliputi kediaman Termohon (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya  meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      c. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
      d. Bila Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
    3. Permohonan tersebut memuat :
      a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
      b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
      c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)

    selanjutnya

    * Kemudian penggugat dibolehkan pulang dan menunggu panggilan untuk proses persidangan *

    Perkara Pernikahan Selain Perceraian

    Cara mengajukan perkara gugatan atau permohonan mengenai pernikahan selain perceraian, misalnya gugatan sengketa harta bersama, gugatan pemeliharaan anak, permohonan pengesahan pernikahan dan lain sebagainya, pada prinsipnya sama dengan cara mengajukan gugatan cerai. Akan tetapi apabila sengketa berkaitan dengan harta tidak bergerak (mis.tanah), maka gugatan diajukan di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tanah sengketa.

    Perkara Selain Pernikahan

    Demikian juga cara mengajukan perkara gugatan selain pernikahan, misalnya : gugatan sengketa mengenai :

    1. Waris;
    2. Wasiat;
    2. Hibah;
    3. Wakaf;
    4. Zakat;
    5. Infaq;
    6. Shadaqah; dan
    7. Ekonomi Syari’ah.

    Pada prinsipnya sama dengan cara mengajukan gugatan cerai. Akan tetapi apabila sengketa berkaitan dengan harta tidak bergerak (mis.tanah), maka gugatan diajukan di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tanah sengketa.